Cafebahasaku.com

SELAMAT DATANG !!!

BLOGG INI MERUPAKAN SARANA SEBAGAI MEDIASI UNTUK MENAMPUNG SEGALA KREATIVITAS ANAK BANGSA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERKEMBANGAN BAHASA & SASTRA INDONESIA

Kamis, 10 Desember 2009

PENGERTIAN & MANFAAT MEMBACA

Berapa lama waktu yang kita habiskan untuk membaca 
setiap harinya?

Bersyukurlah bagi Anda yang setiap harinya dapat meluangkan waktu untuk membaca. Sebagian orang memang ada yang mempunyai hobi membaca, namun sebagian yang lainnya lebih memilih nonoton TV, kongkow-kongkow, atau sekedar ngobrol. Sebagian orang tersebut beralasan kalau membaca itu membosankan, melelahkan, membuat kita mengantuk, dan kita juga akan merasa tidak nyaman jika dikatakan si kutu buku. Dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada saat mengantri, menunggu angkutan; sebagian besar dari kita lebih memilih bercakap-cakap dengan teman sebelah, daripada digunakan untuk membaca. Bukan suatu kesalahan memang, jika dalam keseharian kita, waktu yang ada digunakan lebih banyak untuk ngobrol atau nonton TV. Namun yang perlu diingat adalah kegiatan tersebut dilakukan dalam porsi waktu yang tidak berlebihan dan kegiatan tersebut memang benar-benar bermanfaat. Coba bandingkan dengan bangsa Jepang yang dikenal sebagai bangsa yang maju. Salah satu budaya mereka adalah budaya membaca.
Merupakan suatu hal umum yang terjadi di Jepang; yakni ketika sedang mengantri, menunggu angkutan, di dalam kendaraan; mereka menghabiskan waktunya dengan membaca. Bahkan ketika berada di kamar kecil sekalipun. Untuk diketahui, indeks baca Bangsa Jepang pada tahun 1991 sebesar 1:1,73. Ini artinya setiap 1 koran dibaca oleh satu orang. Sedangkan pada tahun yang sama indeks baca di Indonesia sebesar 1:35,5. Artinya tiap 1 koran dibaca oleh 36 orang. Jadi koran itu sudah dibaca oleh agen koran - loper koran - pemilik warung yang menjual koran - pembeli - anaknya pembeli - temannya anaknya pembeli - tetangganya pembeli - pemulung - pengepul rongsok - penjual mendoan - pembeli mendoan - dst…
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II tahun 1995, membaca berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Makna lain dari membaca adalah menduga, memperhitungkan, dan memahami. Berdasarkan arti membaca tersebut, pengertian membaca mencakup dua hal. Pengertian yang pertama yaitu membaca teks-teks yang terurai dari huruf demi huruf kemudian membentuk kata lalu terangkai dalam kalimat dan padu dalam paragraf. Pengertian yang kedua yaitu membaca fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta. Membaca sesuai pengertian ini misalnya memikirkan bagaimana terjadinya siang dan malam, peredaran planet-planet mengelilingi matahari, dan penciptaan makhluk.
Terdapat beberapa alasan mengapa kita harus senantiasa membaca. Pertama, membaca sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan. Menurut pengertian yang pertama, hal ini jelas sekali. Orang yang gemar membaca teks-teks yang ada, akan sangat jelas berbeda dengan orang yang jarang membaca. Berdasar pengertian yang kedua, yakni membaca fenomena-fenomena alam. Hal ini telah dicontohkan oleh ilmuwan-ilmuwan tingkat dunia. Misalnya ditemukannya Hukum Gravitasi oleh Isaac Newton. Seorang Isaac Newton, suatu ketika sedang duduk-duduk di bawah pohon, tiba-tiba melihat buah Apel yang jatuh dari dahannya. “Mengapa Apel itu jatuh?” gumamnya dalam hati. Berawal dari proses membaca (memperhitungkan) inilah akhirnya ditemukan Hukum Gravitasi Bumi. Kedua, membaca merupakan sarana pergaulan. Seorang Thukul Arwana yang bertampang ndeso memiliki hobi membaca. Dalam tayangan talk show-nya, kadang-kadang Thukul menyelipkan pengetahuan-pengetahuan yang didapat dari membaca. “Mbak yang cakep ini bintangnya Libra, o… kalau Libra itu orangnya bla.. bla.. bla.. “. Seorang Thukul lebih mudah bergaul dengan sang bintang tamu berkat apa yang pernah dibacanya. Ketiga, membaca merupakan salah satu sarana hiburan. Ada banyak sekali bacaan yang dapat menghibur kita, baik itu berupa komik, cerpen, novel, serial detektif bahkan sampai kisah horor sekalipun. Keempat, membaca dapat mendatangkan uang. Pernah suatu ketika peserta kuis yang menjanjikan hadiah satu miliar rupiah adalah seorang loper koran. Peserta tersebut akhirnya mampu memenangkan hadiah sebesar Rp 500 juta. Ini adalah buah dari ketekunan membaca. Kelima, membaca dapat menjadi sarana mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Kuasa. Membaca dalam hal ini adalah kemampuan membaca (memahami) apa-apa yang nampak di permukaan bumi. Udara yang kita hirup setiap hari, cahaya matahari yang kita nikmati sehingga kita dapat melakukan banyak aktifitas, itu semua merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada kita tanpa dipungut biaya sepeserpun. Oleh karena itu bagi kita yang mampu membaca (memahami) akan hal tersebut, dapat menjadikan sarana untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Keenam, membaca sebagai sarana koreksi diri. Terjadinya berbagai macam bencana yang akhir-akhir ini melanda bangsa Indonesia seperti kebakaran hutan, gempa bumi, banjir, dan tanah longsor merupakan peringatan dari Tuhan. Sehingga bagi kita yang mampu membaca (memahami) akan hal tersebut dapat menjadikan sarana untuk melakukan koreksi diri, karena kerusakan-kerusakan yang terjadi di permukaan bumi pada dasarnya karena ulah manusia itu sendiri.
Begitu pentingnya membaca, dalam agama Islam pun perintah yang pertama kali diturunkan kepada umat manusia adalah perintah membaca seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al ‘Alaq (Segumpal Darah) Ayat 1 sampai 5. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Sangat tegas sekali bahwa hal yang pertama kali diperintahkan adalah perintah untuk membaca. Bukan perintah untuk berpuasa, zakat bahkan sholat sekalipun, apalagi perintah untuk sekedar ngobrol ataupun kongkow-kongkow (halah!)
Hasil membaca tidak dapat kita nikmati secara instan, namun yang pasti akan bermanfaat suatu hari nanti. Bagi kita yang sudah hobi membaca pertahankan dan tingkatkan kuantitas dan kualitas bacaan kita. Bagi kita yang belum terbiasa membaca, cobalah mulai sekarang membiasakan diri untuk membaca meski hanya beberapa saat. Bahkan menurut para ahli, aktivitas membaca dapat dilakukan saat bayi masih berada dalam kandungan, yaitu dengan dibacakan cerita/dongeng oleh sang ibu.
Apabila beberapa hari atau bahkan sehari saja kita tidak makan, tentu kita akan merasa lapar bukan? Begitu juga dengan pikiran kita, dengan membaca berarti kita sedang ‘memberi makan’ terhadap pikiran kita. Maka sudah seharusnya kita ‘memberi makan’ pikiran kita dengan membaca dan melalui bacaan yang ‘bergizi’ pula. Bukankah kita ingin pikiran yang sehat? Membaca membuat kita menjadi manusia yang cerdas, kuat, dan bersemangat; bukan manusia yang culun, katro dan ndeso. Jadi lebih baik mendapat julukan kutu buku atau kutu kupret?
This entry http//cemplukehalohalo.blog.friendster.com/2007/11/kutu-buku vs kutu kupret 16.30 13/12/09

MEMBACA KRITIS
Msngiono.satff.ugm.ac.id/tips/membaca kritis 16.50 13/12/09

Salah satu tuntutan terhadap mahasiswa yang tidak bisa dihindari adalah kemampuan untuk membaca kritis semua literatur baik yang diwajibkan untuk mata kuliah maupun literatur-literatur lain. Kemampuan ini merupakan modal dasar bagi mahasiswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan akademisnya.
Tidak ada resep mujarab bagi semua mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan membaca kritis mereka, karena setiap mahasiswa harus mengembangkan sendiri strategi ataupun metode-metode untuk membaca kritis. Tetapi, beberapa pertanyaan berikut ini (yang harus diajukan mahasiswa kepada diri sendiri setiap kali membaca sebuah literatur) mungkin bisa menolong mahasiswa untuk mulai mengembangkan kemampuan membaca kritis mereka.
Apa yang ingin disampaikan penulis?
Tentang apakah buku atau artikel yang sedang kita baca? Mengapa penulis perlu menulisnya? Melalui pertanyaan-pertanyaan ini, kita bukan hanya mencoba mengetahui apa yang sedang kita baca tetapi juga menggali alasan-alasan yang melatar belakangi penulis untuk menulis buku atau artikel yang sedang kita baca.
Apa argumen penulis?
Kita tidak cukup hanya mengetahui apa yang sedang kita baca ataupun mengetahui alasan-alasan yang mendorong penulis menuliskannya dalam sebuah tulisan. Kita perlu juga memahami atau menemukan perspektif yang digunakan oleh penulis. Perspektif ini bisa kita lihat melalui argumen-argumen yang dia bangun ataupun melalui upaya-upaya penulis untuk meyakinkan pembacanya untuk berfikir, percaya ataupun menerima apa yang sampaikan dalam tulisannya. Argumen dan upaya-upaya penulis untuk meyakinkan kita kadang bisa dengan mudah ditemukan (eksplisit), bisa juga harus dicari dengan susah payah (implisit), bisa terletak di awal, di tengah ataupun di akhir tulisn maupun tersebar di berbagai tempat yang berbeda.
Apa argumen atau perspektif yang berbeda?
Sebagaimana ‘cinta pada pandangan pertama’ seringkali menjerumuskan dan oleh karenanya tidak disarankan, langsung menyetujui argumen penulis saat membaca tulisannya juga bukan sikap yang diharapkan dari seorang pembaca kritis. Kita harus berangkat dari keyakinan bahwa pasti ada argumen yang lain yang berbeda dengan argumen-argumen yang ditampilkan oleh seorang pengarang. Sebagai bagian dari upaya untuk meyakinkan pembaca, penulis mungkin memperkenalkan berbagai argumen yang berbeda dan mengatakan kepada pembaca mengapa argumen-argumen alternatif tersebut tidak memadai atau, bahkan, salah. Tetapi, tidak sedikit penulis yang tidak menampilkan argumen-argumen alternatif, dan pembaca harus mencarinya sendiri.
Apa bukti yang ditampilkan oleh penulis?
Argumen yang kuat merupakan cara untuk meyakinkan pembaca. Tetapi, tidak jarang pembaca tidak cukup diyakinkan dengan argumen semata. Menampilkan bukti kadang menjadi keharusan bagi seorang penulis untuk mendukung argumen-argumennya, bahwa argumen-argumennya benar sementara yang lain salah atau kalah kuat. Bukti seringkali diasosiasikan dengan fakta empiris, sekalipun sebenarnya bisa juga berupa logika, emosi, sejarah, pernyataan pakar, statistik dan sebagainya.
Apakah bukti yang ditampilkan oleh penulis sangat mendukung?
Bukti-bukti yang ditampilkan oleh penulis tidak selalu mendukung argumen-argumen yang ditampilkannya. Tetapi, sebagai pembaca kritis, kita harus terlebih dahulu mencoba memahami upaya penulis untuk mendukung argumen-argumennya dengan bukti-bukti dengan cara pandang yang obyektif, dan tidak langsung melalui perspektif kita sendiri, misalnya dengan bertanya secara hipotetis (kepada diri sendiri) apakah seorang pembaca lain (yang tidak dalam perspektif yang sama dengan kita) bisa diyakinkan dengan bukti-bukti yang ditampilkan penulis. Pertanyaan hipotetis ini sangat penting terutama jika penulis mengunakan bukti-bukti normatif. Apakah bukti yang ditampilkan masuk akal atau logis? Jika bukti yang ditampilkan berupa fakta, apakah bukti tersebut dapat diandalkan? Apakah sumbernya dapat dipercaya? Apakah data statistik memperkuat memperkuat argumen dan mendukung bukti lain yang diajukan penulis? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak bisa dijawab dengan mudah. Bahkan, menuntut pembaca untuk berpikir ekstra. Tetapi, seorang pembaca kritis harus melakukannya.
Apa pendapat kita?
Setelah semua proses di atas, bagian akhir, yang tidak kalah pentingnya adalah pendapat kita terhadap tulisan yang kita baca. Kita telah memahami alasan penulisan dan argumen-argumen serta bukti-bukti yang diajukan penulis. Kini saatnya kita melihat tulisan yang kita baca melalui perspektif kita. Apakah penulis berhasil meyakinkan kita? Apa yang meyakinkan kita: argumen penulis atau bukti-bukti yang ditampilkannya? Apakah argumen dan bukti yang ditampilkan koheren? Tidak jarang, kita sangat sepaham dengan gagasan penulis, tetapi menemukan argumen dan bukti yang ditampilkannya sangat lemah atau bahkan tidak ada. Atau, dalam kasus yang lain, kita sepaham dengan gagasan penulis, tetapi hingga akhir tulisan yang kita baca, kita menyimpulkan bahwa penulis tidak bisa memenuhi apa yang dijanjikannya di awal ataupun dalam judul tulisan. Tidak perlu mengumpat karena menyesal telah membaca tulisan tersebut atau tergesa-gesa menyalahkan diri sendiri karena kita tidak paham dengan apa yang ditulis (karena memang tidak jarang sebuah tulisan ditulis dengan kualitas yang jelek atau dengan cara yang membingungkan)!. Dalam kasus-kasus seperti ini, justru sebuah peluang muncul di hadapan kita dan mungkin kita bisa memberikan kontribusi kita.




Membaca
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca dan mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor.
Sebagian besar kegiatan membaca sebagian besar dilakukan dari kertas. Batu atau kapur di sebuah papan tulis bisa juga dibaca. Tampilan komputer dapat pula dibaca.

Membaca dapat menjadi sesuatu yang dilakukan sendiri maupun dibaca keras-keras. Hal ini dapat menguntungkan pendengar lain, yang juga bisa membangun konsentrasi kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar